KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehinnga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Ekonomi Islam
,
yang berjudul “Karakteristis Keuangan
Publik” Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan bahkan kritik yang meembangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan.
Kisaran, Januari 2018
Penulis
Daftar
Isi
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………....i
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………...ii
Bab
I Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
A. Rumusan
Masalah………………………………………………………………...............1
B. Tujuan
penulisan………………………………………………………………………….1
Bab
II Pembahasan……………………………………………………………………………….2
2.1 Sejarah
keuangan publik islam…………………………………………………………..2
2.2 Karakteristik
keuangan publik…………………………………………………………...7
Bab
III Penutup………………………………………………………………………………....14
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...13
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………..14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Untuk mencapai falah yang maksimum , tidak seluruh aktivitas
ekonomi yang di serahkan kepada mekanisme pasar. Adakalanya mekanisme pasar
gagal menyediakan barang dan jasa yang di butuhkan oleh masyarakat ataupun
mekanisme pasar tidak bekerja secara secara fair dan adil; fair dalam arti berprinsipkan
saling ridho dan adil dalam arti tidak bertindak zalim kepada pihak lain. Dalam
hal ini, pemerintah atau masyarakat perlu mengambil alih peran mekanisme pasar
dalam penyediaan barang / jasa tersebut.
Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah barang / jasa
apakah yang perlu disediakan oleh pemerintah atau masyarakat, dari mana
sumber dana yang digunakan untuk penyediaan barang / jasa tersebut, bagaimana
alokasi dan distribusi barang / jasa yang disediakan oleh pemerintah atau
masyarakat tersebut, apakah kriteria yang digunakan untuk memutuskan barang /
jasa tertentu layak disediakan oleh pemerintah atau masyarakat, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dikaji bagaimana keuangan publik ini
dipraktikkan oleh Rasulullah Saw.dan para sahabatnya, prinsip-prinsip apakah
yang bias disarikan dari sunah Rasul Saw. dan sahabat, dan bagaimana
implementasi keuangan publik islam yang terbangun sejak awal, seperti zakat,
wakaf, dan infaq akan dibahas secara lebih mendalam.
1. Sejarah Keuangan Publik Islam ?
2. Karakteristik Keuangan Publik ?
3. Instrumen Pembiayaan Publik ?
1. Mengetahui sejarah keuangan public islam.
2. Mengetahui karakteristik keuangan publik.
3. Mengetahui instrumen pembiayaan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Keuangan Publik pada Masa Rasulullah Saw.
Untuk memahami sejarah keuangan publik pada masa Rasulullah
dan Khulafaurrasyidin, dapat dilihat dari praktik dan kebijakan yang diterapkan
oleh beliau dan para sahabat.Bicara mengenai keuangan publik pada masa
Rasulullah adalah berangkat dari kedudukan beliau sebagai kepala Negara.Sebab,
kedudukan sebagai kepala Negara adalah identik dengan kedudukan melanyani
publik.
Setelah selama tiga belas tahun di Mekkah, beliau hijrah ke
Madinah ( Yasrib ). Pada saat hijrah ke Madinah, kota ini masih dalam keadaan
kacau, belum memiliki pemimpin ataupun raja yang berdaulat. Di kota ini banyak
suku, salah satunya adalah suku Yahudi yang di pimpin oleh Abdullah ibnu Ubay.
Ia berambisi menjadi raja di Madinah. Suasana kota ini sering terjadi
pertikaian antarkelompok. Kelompok yang terkuat dan kaya adalah Yahudi, namun
kondisi ekonominya masih lemah dan hanya dipotong dari hasil pertanian.Oleh karena
itu, tidak ada hukum dan aturan, maka sistem pajak dan fiskal tidak berlaku.
Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, maka Madinah dalam
waktu singkat mengalami kemajuan yang pesat.Rasulullah berhasil memimpin
seluruh pusat pemerintah Madinah, menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerintah
dan organisasi, membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri,
membimbing para sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan
jabatannya secara penuh. Sebagai Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal
yang segera mendapatkan perhatian beliau, seperti: (1). Membangun masjid utama
sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya. (2).
Merehabilitasi muhajirin Mekkah di Madinah. (3). Menciptakkan kedamaian dalam
Negara. (4). Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya. (5). Membuat
konstitusi Negara. (6). Menyusun sistem pertahanan Madinah. (7). Meletakkan
dasar-dasar sistem keuangan Negara.
a. Sumber Utama Keuangan Negara.
Pada masa-masa awal pemerintahan kota Madinah, pendapatan dan
pengeluaran hamper tidak ada. Rasulullah Saw. sendiri sebagai seorang kepala
Negara, pemimpin dibidang hukum, pemimpin dan penanggungjawab dari keseluruhan
administrasi tidak mendapat gaji sedikit pun dari Negara atau masyarakat,
kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa bahan makanan.
Pada masa Rasulullah hampir seluruh pekerjaan yang dikerjakan
tidak mendapatkan upah.Pada masa Rasulullah Saw.tidak ada tentara formal. Semua
Muslim yang mampu boleh menjadi tentara.Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi
mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan perang, seperti senjata,
kuda, unta, dan barang-barang bergerak lainnya.
Situasi berubah setelah turunnya surat Al-Anfal ( rampasan
perang ). Waktu turunnya surat ini adalah masa antara perang badar dan
pembagian rampasan perang, pada tahun kedua setelah Hijrah. Yaitu sebuah ayat
yang artinya : “ seperlima bagian adalah untuk Allah dan Rasul-Nya ( yaitu
untuk Negara digunakan untuk kesejahteraan umum ) dan untuk kerabat Rasul, anak
yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.”
Jizyah adalah pajak yang bayarkan oleh orang non-Muslim khususnya ahli
kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, harta atau kekayaan, ibadah, bebas dari
nilai-nilai dan tidak wajib militer.Pada zaman Rasulullah, besarnyajizyah adalah
satu dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya.Pembayaran tidak
harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa.
Kharaj adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non-Muslim ketika
Khaibar ditaklukkan.Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik lamanya
mmenawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan
bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada Negara.Jumlah kharaj dari
tanah ini tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.Rasulullah biasanya
mengirim orang yang memiliki pengetahuan dalam masalah ini untuk memperkirakan
jumlah hasil produksi. Setelah mengurangi sepertiga sebagai kelebihan
perkiraan, dua per tiga bagian dibagikan dan mereka bebas memilih; menerima
atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah
lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar
hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya
lebih dari 200 dirham. Rasulullah berinisiatif mempercepat peningkatan
perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan Negara.Ia menghapuskan semua bea
masuk dan dalam banyak perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal tersebut.
Barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah Muslim, bila
sebelumnya terjadi tukar menukar barang.
Zakat dan ushr merupakan pendapatan yang paling utama bagi
negara pada masa Rasulullah.Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk
salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya telah diatur dalam alquran
(At-Taubah : 60) sehingga pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan
untuk pengeluaran umum Negara. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada
hal-hal sebagai berikut :
1) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti
koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
2) Benda logam yang terbuat dari perak,
seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.
3) Binatang ternak : unta, sapi, domba,
kambing.
4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk
budak dan hewan.
5) Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
6) Luqatah, harta benda yang ditinggalkan musuh.
7) Barang temuan.
Pencatatan seluruh penerimaan Negara pada masa Rasulullah
tidak ada.Dalam kebanyakan pencatatan diserahkan pada pengumpul zakat, setiap
orang pada umumnya terlatih dalam masalah pengumpulan zakat.
b.
Sumber Sekunder Keuangan Negara.
Disamping sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan
sebagai penerimaan fiskal pemerintah pada masa Rasulullah Saw.ada sumber
pendapatan sekunder. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Uang tebusan untuk para tawanan perang.
Pada perang Hunain, enam ribu tawanan dibebaskan tanpa uang tebusan.
2) Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota
Makkah) untuk pembayaran uang pembebasan kaum Muslimin dari Judhaima atau
sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menurut Bukhari) dari
Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan
dari Sofwan bin Umaiyah (sampai waktu itu tidak ada perubahan).
3) Khumuz atau rikaz harta karun temuan pada
periode sebelum Islam.
4) Awmal fadhla (berasal dari harta benda kaum
Muslimin yang meninggal tanpa waris, atau berasal dari barang-barang seorang
Muslim yang meninggalkan negerinya.
5) Wakaf, harta benda yang didedikasikan
kepada umat islam yang disebabkan karena Allah dan pendapatannya akan
didepositokan di baitul maal.
6) Nawaib, yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar
dibebankan pada kaum Muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran
Negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
7) Zakat fitrah.
8) Bentuk lain sedekah seperti qurban dan kaffarat.
c.
Lembaga Keuangan Negara : Baitul
Mall
2.
Keuangan Publik pada Masa Khulafaurrasyidin
a.
Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Abu Bakar Siddiq terpilih sebagai khalifah dalam kondisi
miskin, sebagai pedagang dengan hasil yang tidak mencukupi kebutuhan
keluarga.Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh
kekayaan dariBaitul Maal ini.Menurut beberapa keterangan, beliau
diperbolehkan mengambil dua setengah atau tiga perempat dirhamsetiap harinya
dari Baitul Maal dengan tambahan makanan berupa daging domba
dan pakaian biasa.Setelah berjalan beberapa waktu tersebut kurang mencukupi
sehingga ditetapkan 2.000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan lain 6.000
dirham per tahun.
Selama sekitar 27 bulan di masa kepemimpinannya, Abu Bakar
Siddiq telah banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang
menolak membayar zakat kepada Negara.Abu Bakar Siddiq sangat memerhatikan
keakuratan penghitungan zakat.Zakat selalu didistribusikan setiap periode
dengan tanpa sisa.System pendistribusian ini tetap dilanjutkan, bahkan hingga
beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam pembendaharaan
keuangan.Sumber pendanaan Negara yang semakin menipis, menjelang mendekati
wafatnya menyebabkan kekayaan pribadinya dipergunakan untuk pembiayaan Negara.
b. Masa Kekhalifahan Umar bin Khatab Al-Faruqi
Ada beberapa hal penting yang perlu dicatat berkaitan dengan
masalah kebijakan keuangan Negara pada masa khalifah Umar, diantaranya adalah
masalah ;
1.
Baitul Maal
Pada tahun 16 H, Umar mengumpulkan dana kharaj senilai
500.000 dirham, hasil dari Abu Hurairah, untuk disimpan sebagai cadangan
darurat, membiayai angkatan perang, dan kebutuhan lain untuk umat. Untuk
menyimpan dana tersebut, maka Bailtul Mall regular dan
permanen didirikan untuk pertama kalinya di ibukota provinsi. Setelah
menaklukkan Syria, Sawad, dan Mesir, penghasilan Bailtul Mall meningkat
(kharaj dari sawad mencapai seratus juta dinar dan dari Mesir dua juta dinar).
1) Kepemilikan Tanah
Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukkan
melalui perjanjian damai.Di sinilah mulai timbul permasalahan bagaimana
pembagiannya, diantaranya sahabat ada yang menuntut agar kekayaan tersebut
didistribusikan kepada para pejuang, sementara yang lainnya menolak.Oleh karena
itu, dicarilah suatu rencana yang baik untuk mereka yang datang pertama maupun
yang datang terakhir.
2) Zakat dan Ushr
Pada masa Umar, Gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik
sarang-sarang tawon tidak membayar ushr, tetapi menginginkan
sarang-sarang tawon tersebut dilindungi secara resmi. Umar katakana bahwa bila
mereka mau membayar ushr, maka sarang tawon mereka akan dilindungi.
Apabila tidak, tidak akan mendapat perlindungan. Menurut laporan Abu Ubayd,
Umar membedakan madu yang diperoleh dari lading. Zakat yang ditetapkan adalah
seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
3) Pembayaran Sedekah oleh non-Muslim
Tidak ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali
orang Kristen Banu Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari
ternak.Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslim.Banu
Taghlib adalah suku Arab Kristen yang menderita akibat peperangan.Umar
mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak
membaya jizyah dan malah membayar sedekah.
4) Mata Uang
Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaurrasyidin mata uang
asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin
emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mistqal
atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grain barley.
5. Klasifikasi Pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, para khalifah mendistribusikan semua
pendapatan yang diterima.Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar. Pendapatan
yang diterima di Baitul Maal terbagi dalam empat jenis, yaitu
;
(a) Zakat dan Ushr
(b) Khums dan Sedekah
(c) Kharaj, fay, jizyah, ushr dan sewa tetap tahunan tanah
(d) Berbagai macam pendapatan yang diterima
dari semua macam anak-anak terlantar, dan dana social lainnya.
5) Pengeluaran
c.
Masa Kekhalifahan Usman
Usman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada enam tahun
pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman, dan Sistan
ditaklukkan.Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti.Tidak lama
setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif
diterapkan dalam rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan
dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan
cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Usman tidak mengambil upah dari
kantornya.Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal yang
serius.Dia bahkan menyimpan uangnya di bendahara Negara. Hal ini menimbulkan
kesalahpahaman antara Khalifah dan Abdullah bin Arqam, salah seorang sahabat
Nabi yang terkemuka, yang berwenang melaksanakan kegiatan Baitul Maal pusat.
Beliau juga berusaha meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kelautan,
meningkatkan dana pensiun dan pembangunan wilayah taklukan baru, Khalifah
membuat beberapa perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan jizyah dari
mesir.
d.
Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya Usman, Ali terpilih sebagai khalifah
dengan suara bulat. Ali menjadi khalifah selama lima tahun. Kehidupan Ali
sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan keuangan
Negara.Gubernur Ray dijebloskan ke penjara oleh khalifah dengan tuduhan
penggelapan uang Negara.
Berbeda dengan khalifah Umar, Khalifah Ali mendistribusikan
seluruh pendapatan di Baitul Maal ke provinsi yang ada
di Baitul Maal Madinah, Busra dan Kufa.sistem distribusi
setiap pecan sekali untuk pertama kalinya diadopsi.Hari Kamis adalah hari
pendistribusian atau hari pembayaran.Pada hari itu semua penghitungan diselesaikan
dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru.
1.
Pandangan Ahli Fiqh
terhadap Zakat dan Pajak
Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang
Islam setelah memenuhi kriteria tertentu.Dalam Alquran terdapat 32 kata zakat,
82 kali diulang dengan menggunakan istilah yang merupakan sinonim dari kata
zakat, yaitu kata sedekah dan infaq.Pengulangan tersebut mengandung maksud
bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi, dan peranan yang sangat penting dalam
Islam.Dari 32 ayat dalam Alquran yang memuat ketentuan zakat tersebut, 29 ayat
diantaranya menghubungkan ketentuan zakat dengan shalat.
Nash Alquran tentang zakat diturunkan dalam periode, yaitu
periode Makkah sebanyak delapan ayat (Al-Muzzammil [73]: 20; Al-Bayyinah [98]:
5) dan periode Madinah sebanyak 24 ayat (misalnya Al-Baqarah [2]:43 ; Al-Maidah
[5]: 12). Perintah zakat yang diturunkan pada periode Makkah, sebagaimana
terdapat dalam kedua ayat tersebut di atas, baru merupakan anjuran untuk
berbuat baik kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan
bantuan.Sedangakan yang di turunkan pada periode Madinah, merupakan perintah
yang telah menjadi kewajiban mutlak (Ilzami).
2.
Prinsip Penerimaan
Publik
Dari tinjauan sejarah mengenai penerimaan publik umat islam
dapat ditunjukkan bervariasinya bentuk-bentuk sumber pendanaan publik, baik
yang sudah ditentukan ketentuannya oleh al-quran, yaitu zakat dan ghanimah,
maupun yang ditentukan oleh pemerintah saat itu seperti kharaj, khums, jizya,
dan sebagainya. Dari berbagai bentuk instrumen penerimaan publik diatas, dapat
dianalisis secara ekonomi prinsip dasar pemungutan dana publik pada awal islam
tersebut.
Tabel
Prinsip Pokok
Sumber Keuangan Publik Islam Klasik
Sumber Penerimaan
|
Karakteristik Utama
|
Zakat
|
·
Merupakan kewajiban langsung dari Allah
(Al-quran)
·
Pembayar zakat adalah:
o Khusus individu Muslim
o Mampu secara material, melebihi satu
nisab
·
Dibebankan atas stok kekayaan atau
keuntungan, bukan atas modal kerja
·
Tingginya tariff zakat dipengaruhi oleh:
o Semakin tinggi peran pengelolaan manusia
terhadap alam, semakin kecil tariff zakatnya
o Tingginya tarif adalah proporsional
·
Dipungut secara berkala sesuai masa perolehan
atau panen
|
Ushr
|
·
Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh
pemerintah kepada pedagang, ditujukan untuk meningkatkan perdagangan
·
Pembayar ushr adalah pedagang Muslim dan
non-Muslim
·
Dibebankan atas volume perdagangan
·
Besarnya tariff dipengaruhi oleh:
o Tarif yang dipungut oleh partner dagang
o Kemampuan bayar (tidak bagi pedagang
kecil, 200 dieham)
o Besarnya jasa yang diberikan pemerintah
(tariff dzimmi lebih besar karena butuh jaminan keamanan lebih tinggi
·
Temporer, ketika terjadi perdagangan yang
tidak fair (tariff dikurangi untuk meningkatkan perdagangan yang fair)
|
Kharaj
|
·
Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh
pemerintah kepada pengguna lahan Negara atau tanah fa’i
·
Tingginya tarif semakin tinggi dengan
kondisi:
o Kualitas tanah & jenis tanaman yang
lebih baik
o Metode produksi /peran SDM lebih rendah
o Nilai hasil produksi (max 50%)
·
Dipungut secara permanen berkala
|
Jizya (pajak
Dzimmi)
|
·
Merupakan kewajiban yang dibebankan oleh
pemerintah sebagai kompensasi atas perlindungan jiwa, property, ibadah & tanggungjawab
militer
·
Dipungut dari non-Muslim dzimmi yang tinggal
di Negara islam
·
Tingginya tariff dipengaruhi oleh:
o Kemampuan material membayar jizya
o Bias dibayar individual atau kolektif
·
Dipungut permanen, kecuali jika dzimmi
berpindah agama ke islam, maka terkena kewajiban sebagai Muslim
|
Ghanimah
|
·
Merupakan harta yang diperoleh secara paksa
melalui perang
·
Ditujukan terutama untuk pembiayaan perang
dan kesejahteraan tentara (80%)
·
Sebagian, 20% dialokasikan untuk sabilillah,
sebagaimana tarif zakat yang dikenakan atas harta temuan (rikaz)
|
Fa’i
|
·
Merupakan harta yang diperoleh dari
non-Muslim secara damai atau non-perang
·
Prinsipnya adalah pemanfaatan harta yang
menganggur
·
Dimiliki oleh pemilik asal meninggal atau
masuk ke islam, dan menjadi milik Negara jika pemilik asal meninggal atau
tetap non-Muslim
·
Beberapa pendapatan bisa dikategorikan
sebagai fa’I, seperti jizyah, upeti, bea cukai, denda, kharaj, amwal fadhila
dsb.
|
Amwal
fadhila
|
·
Merupakan harta yang diperoleh karena tidak
ada yang memiliki baik karena ditinggalkan pemiliknya ataupun tanpa ahli
waris
|
Nawaib
|
·
Merupakan pungutan yang dibebankan oleh
pemerintah kepada orang tertentu untuk tujuan Negara tertentu, misalnya untuk
pertahanan Negara
·
Pemungutan dilakukan secara purposive, untuk kepentingan
darurat (perang)
·
Dikenakan atas orang kaya saja
|
Wakaf
|
·
Merupakan harta yang secara sukarela
diserahkan kepemilikannya oleh seorang Muslim untuk digunakan kemaslahatan
umat islam
·
Dikhususkan pada harta yang memiliki manfaat
jangka panjang
·
Tidak ada ketentuan mengenai besarannya,
tergantung kemauan waqif
|
Sedekah
|
·
Merupakan harta yang secara sukarela
diserahkan kepemilikannya oleh seorang Muslim kepada orang lain atau umat
islam atau Negara
·
Tidak ada ketentuan mengenai besarannya,
tergantung kemauan pemberi sedekah
|
3.
Prinsip Pengeluaran
Publik
Berdasarkan
analisis ekonomi terhadap sejarah pengeluaran publik islam semasa Rasulullah
Saw. dan Khulafaurrasyidin serta kaidah fiqh muamalah, pada hakikatnya prinsip
utama dalam pengalokasian dana publik adalah peningkatan maslahat tertinggi.
Khalifah Umar telah berani melakukan perubahan distribusi/alokasi pendapatan
yang diperoleh, dimana alokasi dana disesuaikan dengan jenis dan yang masuk.
1.
Keseimbangan Sektor
Publik dan Anggaran
Dengan mempertimbangkan aspek penerimaan dan pengeluaran
sector publik, maka dimungkinkan terjadi adanya kelebihan penerimaan publik
(surplus) ataupun defisit sektor publik. Namun, karena alokasi zakat
sudah ditentukan, maka dimungkinkan terjadi pada suatu waktu ter dapat sisa
dana zakat bersamaan dengan belum terpenihinya kebutuhan yang tidak
dimungkinkan dibiayai dengan zakat. Misalnya, biaya rutin pemerintah dan
militer, dalam sepanjang sejarah islam tidak dibiayai dari zakat, namun dari
pendapatan lain jika memungkinkan seperti ghanimah dan jizyah.
Namun disisi lain, hal yang sebaliknya tidak mungkin terjadi, yaitu ketika
terjadi surplus dipenerimaan publik non-zakat, maka surplus ini bisa digunakan
untuk menutupi kekurangan-kekurangan distribusi dari zakat.
Sumber penerimaan publik:
GR = Zakat + Dharibah + Aset +
Sedekah
Alokasi sektor publik meliputi:
GE = Miskin + Rutin + Pembangunan +
Emergency
Meskipun Rasulullah Saw. tidak melakukan
estimasi tahanan mengenai berapa besar belanja yang dibutuhkan dan sumber-sumber
penerimaannya, namun beliau telah melakukan penyeimbangan antara tujuan dan
instrumen publik pemerintah, dalam arti penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Konsep anggaran yang merupakan suatu rancangan kegiatan dan pendapatan terhadap
pengeluaran pemerintah pada setiap segmen adalah merupakan hal yang relatif
baru dalam sejarah islam. Dengan demikian, tidaklah diperoleh informasi
normatif mengenai bagaimana proses penyusunan anggaran maupun besarannya dalam
perspektif islam.
Berbagai instrumen yang bisa digunakan
sebagai sumber pembiayaan negara pada dasarnya dapat dikembangkan karena pada
hakikatnya hal ini merupakan aspek muamalah, kecuali dalam hal zakat. Artinya
selama dalam proses penggalian sumber daya tidak terdapat pelanggaran syariah
islam, maka selama itu pula diperkenankan menurut islam. Oleh karena itu,
terdapat beberapa instrumen pembiayaan publik, yaitu sebagai berikut:
1.
Zakat
Pengeluaran/pembiayaan zakat didalam
islam mulai efektif dilaksanakan sejak sejarah hijrah dan terbentuknya negara
islam di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk membayar sejumlah
tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. Pembayan zakat merupakan kewajiban
agama dan merupakan salah satu dari lima rukun islam. kewajiban itu berlaku
bagi setiap Muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah
memiliki harta itu setahun penuh dalam memenuhi nisab. Zakat
dikenakan atas harta kekayaan berupa: emas, perak, barang dagangan, binatang
ternak tertentu, barang tambang, harta karun dan hasil panen.
Kewajiban zakat secara tegas dinyatakan
dalam al-quran, yaitu:
Zakat itu hanyalah
untuk orang-orang kafir, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berutang, untuk
jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan; merupakan sesuatu ketentuan
dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah : 60).
2.
Aset dan Perusahaan Negara
Disamping negara mendapatkan penerimaan
berupa zakat, yang bisa dibayarkan dalam bentuk barang ataupun uang, negara
islam memiliki sumber pendanaan negara dalam bentuk barang, yaitu ghanimah dan fa’i.
Kedua harta ini diperoleh dari masyarakat non-Muslim, baik melalui pemaksaan
perang ataupun melalui jalan damai. Meskipun demikian, harta ghanimah bukanlah
merupakan tujuan utama peperangan. Sebagian besar harta ghanimah dipergunakan
untuk kesejahteraan tentara dan sebagian kecil untuk umat islam. Anggota
pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima atau delapan puluh
persen. Al-quran telah mengatur hal ini secara jelas dalam Q.S Al-Anfal ayat
41,yaitu:
Katakanlah,
sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah),
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu
hari bertemunya dua pasukan (Q.S Al-Anfal [8]:41).
3.
Kharaj
Kharaj atau bisa disebut dengan pajak tanah.Dalam pelaksanaannya, kharaj
dibedakan menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap.Secara proporsional artinya
dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya
seperempat, seperlima, dan sebagainya.Secara tetap artinya pajak tetap atas
tanah. Dengan kata lain,kharaj proporsional adalah tidak tetap
tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangkan kharaj
tetap dikenakan pada setahun sekali.
Kharaj diperkenalkan pertama kali setelah perang Khaibar, ketika
Rasulullah Saw.membolehkan orang-orang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik
mereka dengan syarat mau membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah
islam, yang disebut kharaj.
4.
Jizyah
Salah satu ciri khas masyarakat Muslim adalah menjaga
saudaranya Muslim dan non-Muslim dari rasa aman. Oleh karena itu, pada sa
Rasulullah, orang-orang Kristen dan Yahudi, dikecualikan dari kewajiban menjadi
militer di Negara islam. Mereka memperoleh konsesi bahwa Negara islam akan
menjamin keamanan pribadi dan hak milik mereka. Sebagai gantinya maka
orang-orang non-Muslim diwajibkan mengganti dengan pembayaran jizyah.
Dijelaskan dalam firman-Nya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) keada Hari Kemudian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang telah diharamkan oleh allah dan rasul-Nya dan tidak beragama yang
benar agama Allah, (yaitu orang-orang) yang diberi Al-kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.
(Q.S Al-Taubah [9]: 29).
Meskipun jizyah merupakan hak wajib, namun
dalam ajaran islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan
kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu membayarnya. Sedang
bagi perempuan, anak-anak, orang tua dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok
yang tidak wajib ikut bertempur dan tidak diharapkan mampu ikut
bertempur.Orang-orang miskin, pengangguran, pengemis, tidak dikenakan pajak.
Jumlah jizyah yang harus dibayar, sangat bervariasi antara 12
dan 48 dirham setahun, sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Jika seseorang
memeluk agama islam, kewajiban membayar jizyah itu ikut gugur.
Hasil pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan
umum.
5.
Wakaf
Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik
yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang ataunadzir (penjaga
wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya
digunakan sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah di wakafkan keluar dari
hak milik yang diwakafkan (wakif), dan bukan pula hak milik nadzir/lembaga
pengelola wakaf, tetapi menjadi hak milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat.Filsafat yang terkandung dalam amalan wakaf menghendaki
agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang dapat
dinikmati oleh mawquf-alaih (pihak yang berhak menerima hasil
wakaf). Makin banyak harta hasil wakaf yang dapat dinikmati oleh yang berhak,
makin besar pula pahala yang akan mengalir kepada wakif.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa keuangan publik
meliputi setiap sumber keuangan yang dikelola untuk kepentingan masyarakat baik
dikelola secara individual, kolekstif atau pun oleh pemerintah.
Pajak adalah berbeda dengan dharibah. Dharibah merupakan pungutan yang
merupakan menutup devisit negara pungutan yang dibebankan secara sepihak kepada
warga tidak dapat di jadikan sebagai sumber peerimaan jangka panjang sehingga
hal ini akan berperngaruhi dalam perhitungan surplus atau defisit anggaran.
Adiwarman Azwan Karim, Sejarah Pemikran Ekonomi Islam,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008, edisi ke-3.
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan
Teoritis dan Sejarah, Jakarta, Kencana, 2012.